Zoro, Mihawk, and His Only Lost


Roronoa Zoro, Si Pemburu Bajak Laut dengan keahlian tiga pedang, kali ini bertemu lawan impiannya. Sang pendekar pedang terkuat di dunia, Dracule Mihawk Si Mata Elang. Pertemuan yang tak diduga sebenarnya, dan ia jauh dari siap untuk merebut gelar pedekar pedang terkuat dari si Mata Elang. Namun kesempatan tak akan datang dua kali, dan tanpa berbasa-basi, Zoro menantang Mihawk berduel.

Perbedaan kasta di antara keduanya begitu mencolok, di mana Zoro dengan teknik tiga pedang miliknya, ditahan tanpa bisa menyerang Si Mata Elang yang bahkan hanya menggunakan pisau kecil seukuran pisau makan. Bahkan jurus terkuat Zoro pun dihentikan oleh Mihawk dengan satu tangan saja. Dan Mihawk dengan segala kekuatannya, mengajarkan kepada Zoro (yang begitu percaya diri) tentang perbedaan kekuatan yang sangat besar di antara keduanya. 

Mihawk terlalu kuat untuk Zoro. Dengan mudah ia menghentikan serangan Zoro dan menembus tepat ke jantung pertahanan Zoro (secara literal). Namun Zoro yang merasa bahwa pencapaian ini tak akan terulang jika ia mundur, membiarkan pisau saku Mihawk menancap di dadanya dan menolak mundur, bahkan lebih baik mati baginya daripada mundur. 

Dan keteguhan hatinya dibayar lunas oleh Mihawk. Sang pendekar pedang terkuat memberi kesempatan bagi Zoro untuk berduel dengan pedang hitam miliknya. Pedang yang telah memporakporandakan armada 5000 personil milik bajak laut terkuat di lautan timur.  Kali ini, jurus tiga pedang melawan pedang hitam. Pemburu Bajak Laut yang ditakuti di laut timur, melawan Pendekar Pedang Terkuat di Dunia. 



Namun jurang perbedaan itu terlalu jauh untuk dilewati. Jurus terkuat dari teknik tiga pedang milik Zoro, dipatahkan dengan mudah oleh Mihawk. Dan mengakui kekalahannya secara ksatria, Zoro tetap menolak untuk mempermalukan dirinya sendiri. Layaknya seorang pendekar yang menganggap luka di punggung adalah aib, Zoro membalikkan badan dan bersiap menghadapi tebasan dari pedang terkuat yang diayunkan oleh pendekar pedang terkuat, secara jantan, berhadap-hadapan. 


Terkejut akan apa yang dilakukan Zoro, Mihawk pun mulai mengagumi Zoro. Dan menantang Zoro untuk terus mengembangkan diri demi mengalahkan dirinya di puncak , demi mencapai cita-citanya menjadi pendekar pedang terkuat dunia dan memenuhi janji masa kecilnya. Kalah dan terluka, Zoro dengan cepat bangkit dan berjanji, bahwa ia tak akan kalah lagi, sampai ia menjadi pendekar pedang terkuat di dunia. Sebuah janji masa lalu untuk teman masa kecilnya, sekaligus janji masa depan untuk kaptennya, yang juga memiliki cita-cita besar menjadi Raja Bajak laut.

Penggemar serial One Piece karya Eichiro Oda tentu sudah tak asing dengan adegan yang penulis paparkan di atas tersebut, bahkan tanpa gambar sekalipun, adegan itu pasti terpampang nyata di benak pembaca.

Dan itulah yang sempat penulis rasakan. Bukaan, bukan perasaan ditebas oleh pedang hitam milik Dracule Mihawk, namun perasaan kalah dan hancur berkeping-keping. Penulis sempat merasakan kekalahan saat melawan ujian di DIV STAN. Tahun lalu. Saat penulis DO dari STAN.

Pahit, namun memberikan pelajaran yang sangat berharga. Bahwa jika ingin berada di puncak, maka kalahkanlah musuh terkuatmu, kalahkanlah hal yang menjadi kelemahanmu. Dan itulah yang penulis coba lakukan. Akuntansi, pelajaran yang menjadi momk semenjak SMP, dan akhirnya bertemu lagi saat kuliah di DIII (meski cuma satu semester dan diselamatkan oleh dosen), dan kali ini di DIV ketemu lagi. Bedanya, kali ini tak diselamatkan oleh dosen.

Dan akibatnya, penulis ter-DO. Jatuh. Terhempas. Persis seperti Roronoa Zoro yang jatuh ke laut. Dan seperti Roronoa Zoro, penulis pun berjanji, untuk bangkit dan tak akan pernah kalah lagi.


Komentar