Urgensi Tarbiyah Dzatiyah

Mentoring Selasa malam bersama Mentor Cepy. Membahas mengenai pentingnya tarbiyah dzatiyah.
Apaan tuh, kagak pernah denger, mungkin begitu pikir sebagian pembaca. Oke, Yang belum tahu, tanya ke temen yang udah ngerti aja ya :p
Eh jangan ding, saya jelasin aja, ntar kalo tanya ke temennya malah gak jadi baca blog ini lagi...
Tarbiyah dzatiyah adalah suatu cara bagi seorang muslim untuk mendidik dirinya sendiri melalui perantara dirinya sendiri. Caranya? Ya dengan bersungguh-sungguh berusaha memperbaiki diri, meningkatkan ilmunya tentang Islam dan mempraktekkannya demi menjadi seorang muslim yang sesungguhnya.
Apa urgensinya? Simak penjelasan singkat berikut ini :
  • dalam bertarbiyah, mendahulukan diri sendiri itu yang paling utama. Bukan berarti tarbiyah kepada orang lain (keluarga, teman, ummat) tidak penting, namun mentarbiyahi diri sendiri itu adalah yang paling utama. Bagaimana bisa mentarbiyahi orang lain jika dirinya sendiri belum mendapat tarbiyah?
  • jika bukan diri kita sendiri, siapa lagi yang akan mentarbiyah i diri kita? Oke lah, semasa sekolah sampai kuliah, kita masih dapet pelajaran/kuliah agama, meski dosisnya sedikit sekali. namun ketika sudah disibukkan dengan dunia kerja, mungkin tak banyak yang bertahan untuk mengikuti kajian-kajian keagamaan dan majlis ilmu. Ya kalo sempet mah alhamdulillah, lha kalo kagak sempet?
  • kelak di akhirat, hisab tuh bersifat individual. Kita akan ditanyai segala macam tentang kita, nggak ada urusan sama oran lain. Udah kagak inget ama ortu, istri/suami, anak, teman, apalagi orang lain. Setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Jadi nggak ada alasan 'saya nggak ngerti, nggak ada yang ngasih tau' ketika ditanya tentang kewajiban yang ditinggalkan, misalnya. Nah lo, salah sendiri nggak tarbiyah dzatiyah. . .
  • metode ini lebih berdampak pada diri sendiri. Kenapa? Karena hal ini dimulai dari dirinya sendiri. Bukankah motivasi terbesar bagi seseorang untuk berubah, adalah melalui perantara dirinya sendiri (dengan hidayah Allah tentunya)? Coba tanya pada para perokok yang bertobat, sekuat apapun keluarga, rekan atau siapapun yang membujuiknya untuk berhenti, akan selalu ada alasan untuk ngeles dan terus merokok. Namun ketika dirinya sendiri yang telah sadar, maka biasanya proses itu akan lebih mudah.
  • sebagai sarana untuk tsabat(tegar) dan istiqomah. Untuk melakukan suatu kebaikan itu nggak gampang cuy, selalu adaaa aja godaan untuk meleng. Ngawalinya aja susah, pun dengan merutinkannya. Nah, sementara amalan yang terbaik adalah yang istiqomah meskipun kecil-kecil. Nah, metode mendidik diri sendiri ini bisa menjadi salah satu cara kita untuk tetap tegar dan istiqomah di jalan yang lurus
  • sarana dakwah yang paling kuat. mengapa? Karena dalam metode ini, kita yang mengajar, kita sendiri yang diajari. Tentu kita sendiri lebih tahu mengenai diri kita dibanding orang lain, kelemahan kita, ilmu apa yang kurang dalam diri kita, apa yang harus ditambah, metode apa yang harus dipakai. berbeda dengan media dakwah lain, misalnya semacam pengajian di kampung, di mana materi yang dibrikan belum tentu pas untuk seluruh hadirin yang hadir. Karena kondisi, ilmu, dan kebutuhan tiap orang dalam hal ini berbeda. Jadi pemateri yang paling pas untuk setiap orang, adalah masing-masing orang itu sendiri
  • cara paling tepat menghadapi realitas kehidupan yang begitu jauh dari ajaran Islam. Kondisi umat saat ini tentu jauh dari ideal untuk penegakan syariat Islam seutuhnya. Karena umatnya sendiri masih banyak yang belum memahami tentang Islam. Imbasnya, malah kebanyakan umat Islam sendiri menolak pemberlakuan syariat Islam. Agar umat mau menerima, maka kita selaku umat harus siap dengan syariat itu. Bagaimana supaya kita bisa siap? Ya kita harus paham mengenai Islam, ya harus belajar, dan harus mulai belajar dari masing-masing orang
  • fleksibel dalam waktu, tempat, metode, dan materinya. Kita sendiri yang mendakwahi diri kita. Waktunya, ya setiap saat bisa dilakukan, dimanapun, dalam kondisi apapun. Misalnya, ketika ada kesempatan mengikuti majlis ilmu, kita harus mendorong diri kita sendiri untuk ikut di dalamnya. Ketika ada rezeki lebih, kita harus memaksa diri kita bersedekah lebih banyak. Ketika sedang sakit atau mendapat musibah, kita berusaha bersabar. Pokoknya, tiada hari tanpa mendakwahi diri sendiri

Wallahu'alam bish showab.

Semoga kita, terutama penulis sendiri, termasuk orang-orang yang rajin mentarbiyah i dirinya sendiri, dan selalu istiqomah dalam melakukannya. Aamiin

*materi ini dipaparkan oleh mentor kami, namun saya kurang tahu sumbernya. kebetulan pas onlen dan searching tentang topik ini, ada suatu pembahasan yang mirip di sini. Mungkin mentor penulis mengambil dari situ atau sumber lain (belum tanya)

Komentar