>24 Hours Adventures

Malang Jakarta vice versa, dengan jarak 924 Km jalur darat via jalan raya rute Pantura, atau 881 Km via rel kereta api jalur selatan. Bisa ditempuh melalui beberapa alternatif moda transportasi. Yang paling enak sih, naik pesawat dari Jakarta langsung ke Malang. Kedua terenak, terbang dari Jakarta ke Surabaya, dilanjut jalur darat ke Malang. Alternatif lain, naik kereta eksekutif Gajayana.

Tapi kalo saya (dan kebanyakan orang yang sering PP Malang-Jakarta), paling sering sih naik kereta Matarmaja atau ngebis lewat jalur Pantura. Perjalanan dengan Matarmaja yang tiketnya (terakhir beli) seharga 51ribu saja, normalnya berlangsung selama 18-20 jam. Berangkat dari Malang jam 3 siang, sampai jakarta sekitar jam 10 pagi. Dari Jakarta jam 2 siang, sampai malang jam 9 pagi. Kalau bis (biasanya naik Malino - bukan promosi) yang tiketnya paling tidak 4 kali lipat harga tiket Matarmaja, waktu tempuhnya kurang lebih sama sih. Dari Jakarta jam 3 sore, sampai Lawang sekitar jam 9-10. Kalo dari Lawang, berangkat sekitar setengah 3 sore, sampai Jakarta biasanya jam 8 pagi.

But however, kalo ada yang usual, asti ada juga yang unusual. Force majeur bisa saja terjadi kapan saja dan di mana saja, berakibat pada bonus lamanya perjalanan. Dan penulis pernah mengalami beberapa perjalanan Malang-Jakarta atau Jakarta-Malang yang melebihi waktu normal, bahkan tembus batasan sehari penuh.
Seingat penulis, ada 4 kali perjalanan yang tembus batasan 24 jam yang pernah dialami, yakni :
  • Malang-Jakarta, via Matarmaja, tanggalnya lupa, pokoknya pas jaman kuliah. Awal perjalanan dari Malang tampak normal-normal saja, bahkan melewati beberapa kota di Jatim dalam waktu relatif cepat (sehingga salah seorang matarmania optimis akan cepat sampai di Jakarta). Namun, semua berubah saat terjadi kecelakaan kereta di jalur Pantura, kalau tidak salah, Argo Anggrek vs senja Utama kalo gak salah. Saat malam, suatu ketika kereta berhenti di suatu wilayah antah berantah, selepas melewati Semarang (sudah lewat tengah malam itu). Sempat terbangun dan melihat keadaan di luar yang gelap gulita, tenang-tenang aja, wong biasanya emang berhenti di stasiun kecil, yang mana cuma loko dan gerbong depan aja yang 'muat' di stasiun, sementara gerbong-gerbong lain, cuma kebagian hutan atau sawah di kiri-kanan, tanpa menyadari adanya stasiun (kecuali setelah melewati stasiun tadi). Paginya, ketika banyak yang sudah terbangun karena kepanasan, sekitar jam 5 pagi, para pedagang asongan berteriak-teriak 'kecelakaan, rel e gak iso dilewati'. Penasaran, beberapa orang turun dan mengecek kebenaran kabar asongan tadi. Dan ternyata benar. Di depan loko Matarmaja, tergeletak bangkai kereta yang habis tabrakan tadi, melintang menutupi rel. Otomatis kereta lain gnggak bisa lewat. Yasudah, para penumpang memilih untuk menghibur diri sendiri (kebetulan lokasi rel berada di pinggir pantai, jadi penulis dan teman-teman pada main-main di pingir laut tadi). Matahari terbit, kami foto-foto. Matahari makin tinggi, kami makin panik. Hingga akhirnya, loko penyelamat datang dari arah Semarang (kalo nggak salah, penulis sempet turun di Semarang, dan hampri ketinggalan kereta). Jadi pas itu, rangkaian loko Matarmaja, ditarik ke belakang sampai stasiun Weleri. Trus penumpang pada dioper ke stasiun berikutnya (pokoknya setelah melewati zona kecelakaan tadi) yakni stasiun Pekalongan. PT. KAI menyediakan akomodasi berupa bis-bis lokal yang disewa untuk mengangkut ratusan atau mungkin ahkan lebih dari seribu penumpang Matarmaja. Karena bisnya terbatas, maka banyak penumpang yang nggak segera terangkut. Singkat cerita, akhirnya seluruh penumpang eks-Matarmaja tiba dengan selamat distasiun Pekalongan, dinaikkan ke gerbong Matarmaja yang seharusnya dari Jakarta ke Malang, malah balik lagi ke Jakarta. Berangkat dari Pekalongan sekitar jam 1 siang. Dan ketika tiba di stasiun Jatnegara, kalo nggak salah sudah terdengar suara adzan isya. Total waktu perjalanan, sekitar 28 jam.
  • Trip lainnya, juga via matarmaja Malang-Jakarta, juga lupa tanggalnya. Yang bikin lama, lagi-lagi di wilayah pantura. Tapi alhamdulillah kali ini bukan karena kecelakaan, melainkan stasiun Semarang kebanjiran (wtf, stasiun banjir?). Jadi rangkaian kereta Matarmaja sempat berhenti cukup lama sebelum stasiun Semarang (kalo nggak salah, stasiun Alastuwo), demi menunggu banjir agak surut hingga rel cukup aman untuk dilewati. Untuk perjalanan ini saya lupa berapa lama, namun karena rasa sebelnya masih cukup lekat di ingatan, berarti yang kali ini telatnya parah juga dan lebih dari 24 jam.

Dua kejadian di atas dialami penulis ketika menaiki Matarmaja dari Malang ke Jakarta. Dua kejadian di bawah, terjadi ketika penulis pulkam ke Malang sekaligus balik ke Jakarta, dengan cara 'mengecer' bis. Alias nggak langsung naik bis yang menuju tujuan akhir, melainkan 'nyicil' menggunakan bis jurusan kota yang disinggahi, baru lanjut ke tujuan akhir. Dan penulis mengatakan, cara semacam ini sangat tidak direkomendasikan, kecuali tidak ada cara lain.

  • Kepulangan ke Malang dari Jakarta, 16 Mei kemarin. Naik Bis Setia Bakti (udah gagal mendapatkan tiket kereta, plus cari yang berangkatnya di atas jam 5 sore, setelah pulang kantor) dari terminal Rawamangun tujuan akhir Surabaya. Karena loket dikuasai calo, akhirnya dapat tiket seharga 260 ribu (tertulis di tiket, 250 ribu). Dijanjikan berangkat jam 7 malam, sampai Surabaya jam 10 pagi. Faktanya, bis baru tiba diterminal jam 9 malam (memang kondisi macet banget, long weekend sih), dan masih ditambah keruwetan pengaturan tempat duduk penumpang (nomor ganda, tidak ada tulisan trip 1 atau trip 2, dll). Berangkat jam 9 lebih. Macet banget, gak tau keluar dari Jakarta jam berapa, seingat penulis, sekitar jam 11 malam. Setengah 2 dini hari, makan malam (kayak sahur aja) di daerah Indramayu, RM Sinar Minang (kalo gak salah). Menu makan malamnya, 'jatah travel cuma sama telor'. Dan para penumpang yang sudah 'kalap' mengambil ayam plus rendang pun harus membayar tambahan sekian belas ribu. habisnya, di awal nggak dibilangin sih, kan biasanya makan malam kalo pake travel, ya prasmanan gitu. Perjalanan dilanjut, pagi hari sekitar jam 10an, berhenti lagi di wilayah Kab. batang, Jateng. Kali ini RM Sabana Jaya yang jadi tempat perhentiannya nggak nakal, harga makanan sudah dipajang di dinding. Terus ke timur, sampai Semarang sekitar tengah hari. Sore hari tiba di Tuban, sekitar jam 4 sore, berhenti lagi di RM apa gitu. Kali ini sepenuhnya sadar, bahwa makanan bayar sendiri (nggak kayak pas pertama kali tadi). Masuk Lamongan hari sudah gelap, dan baru tiba di terminal Purbaya alias Bungurasih, sekitar jam 8 malam lebih dikit. Oper bis patas ke arah Malang, alhamdulillah wilayah sidoarjo nggak macet. Lancar jaya, sampai Lawang sekitar setengah 1 malam. Total perjalanan, kurang lebih 24,5 jam.
  • Kembali ke Jakarta, 19 Mei kemarin, naik bis Safari Dharma Raya jam 7 malam ke arah Semarang (soalnya kalo yang arah Jakarta langsung, berangkatnya jam setengah 3 sore, jadi milih lewat Semarang dulu biar bisa memaksimalkan waktu pulkam). Bis baru datang jam 8 lebih, hampir setengah sembilan. Paginya, tiba di Semarang sekitar jam setengah 6. Agak bingung soalnya nggak diturunin di terminal, dan mulai ada firasat nggak enak. Jalan pagi ke terminal Terboyo, ditawari bis ke Jakarta oleh orang tak dikenal. Sedikit trauma calo, jadi agak antipati. Tapi ketika ada bis lewat dan (terduga) calo berteriak-teriak mencegat bis tersebut, akhirnya bayar juga 110 (katanya) sampai Jakarta. Naik ke bis agak ragu, namun tanya kondektur 'Jakarta Mas' dia mengangguk setuju. Sempet ketiduran di perjalanan, tau-tau dibangunin temen, katanya 'kita dioper ke bis lain'. Setengah ngantuk, ya nurut aja pindah bis. Tengok kanan kiri, masih di daerah Pekalongan, sekitar jam setengah 11 siang. Rupanya ada penumpang dari bis lain yang dioper ke sini juga. Perjalanan lumayan macet, sekitar jam 12 siang tiba di terminal Tegal. Firasat nggak enak, eh beneran dioper lagi, nambah goceng, kali ini bisnya beneran ada tulisan 'Jakarta' di kaca depan. Nggak usah ditanya, makin ke barat macetnya makin menggila. Selepas isya baru masuk tol cikampek, sekitar jam 9 sampai Pulogadung, lalu naik angkot sampai Rawamangun, sekitar setengah 10 sampai kosan. Total perjalanan, sekitar 25 jam.

Well, perjalanan darat lebih dari 24 jam, lelah itu pasti. Tapi demi bertemu keluarga dan orang-orang tercinta di rumah, sejauh apapun jaraknya akan ditempuh. Hanya saja,memang diperlukan stamina ekstra dan kesabaran berlipat ganda untuk menghadapinya :)

*kalau nggak sabar, ya udah dapet capek, gak dapet enjoy - seperti saya yang kurang sabar dalam perjalanan kemarin. jangan ditiru yaaa

Komentar