Nrimo

Suatu ketika kita menghadapi keadaan yang tidak sesuai dengan kehendak. Kita tak terima, kita berjuang, kita berusaha mengubah keadaan, tapi tak kuasa melawan kehendak Allah. Ya sudah, satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan menerima, nrimo kalo kata orang Jawa.
Sebagian orang melihat bahwa orang yang nriman itu pasif, lemah, tak berdaya untuk berusaha. Tentu ini gak sepenuhnya benar, terutama kalo kita hanya melihat scene nrimo dari orang tersebut tanpa melihat ke scene struggle yang telah dilakoninya (kecuali orang tersebut emang mengidap penyakit pasrah kronis-yakni gabungan antara kebal segala situasi, tidak punya harapan utuk jadi lebih baik, ditambah gejala malas menahun).
Nrimo itu gak sepenuhnya mudah, karena kebanyakan manusia (termasuk saya) lebih memikirkan tentang apa yang diinginkan ketimbang apa yang dibutuhkan. Ketika keinginan tak terpenuhi, maka orang cenderung membandingkan apa yang didapatnya sekarang, yang tidak diinginkannya namun sebenarnya itulah yang dibutuhkannya, sadar atau tidak. Tentu saja, Allah selalu berikan yang terbaik untuk umat-Nya, hanya saja kebanyakan dari kita sering gak menyadari hal tersebut. Hasilnya? Keluhan demi keluhan keluar dari mulut kita (sukur-sukur kalo gak ada keluhan yang keluar-mungkin cuma dongkol dalam hati).
Nrimo itu adalah salah satu hasil kombinasi antara ikhlas, syukur, dan sabar. Ikhlas atas apa yang terlepas, agar jiwa terasa bebas, gak kepikiran sama hal-hal yang gak kesampaian tadi (tentunya setelah berusaha menggapainya sekuat tenaga). Menyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah, agar terasa cukup di hati, biar nggak iri dengan orang-orang yang mendapatkan apa yang mereka inginkan (mungkin doa mereka lebih mustajab). Sabar dan tegar dalam menghadapi cobaan ini (tidak terwujudnya suatu keinginan-alias kegagalan), karena pasti ada jalan keluar, dan tentu saja karena 'kegagalan' kali ini adalah yang terbaik untuk kita.
So, apakah Anda wani nrimo?

Komentar