Takutlah (Hanya) Kepada Allah

Coba Anda keluar rumah (setelah membaca tulisan ini tentunya), lalu lihat ke kubah langit yang megah tanpa tiang itu, dan juga segala hal di balik birunya yang menyejukkan mata (kecuali kalau sedang mendung, atau malam hari). Oke, sekarang kan malam hari, jadi mari kita sejenak melihat langit malam. Bintang, bulan, dan benda-benda langit lainnya yang hanya memberkaskan seikit cahayanya untuk kita. Lihat pula bentangan bumi yang luas ini. Datarannya, gunungnya, lembahnya, sungainya, dan samudranya, beserta seluruh kehidupan di atasnya. Semua terpelihara sempurna. Pernahkah Anda renungkan semua itu? Siapakah yang menciptakannya? Siapa pula yang memeliharanya?

Tentulah Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang melakukan itu semua, yang menciptakan dan memelihara jagad raya ini dengan penuh perhitungan dan dengan segala kesempurnaan mereka (sempurna dilihat dari perspektif makhluk, yakni sempurna penciptaan dan perhitungannya). Subhanallah, betapa Maha Besar nya Allah SWT itu ya... Kalau lagi ngebayangin hal ini, bawaannya damai gitu. Allah Maha Pengasih dan Penyayang banget deh...

Tapi tunggu!
Alam semesta yang megah ini tetaplah 'hanya' sebuah ciptaan yang ringan bagi Allah untuk mencipta dan memeliharanya. Alam semesta tidaklah abadi. Dia, beserta kita di dalamnya, hanyalah makhluk yang kelak akan dibinasakan. Ketika tiba waktunya Malaikat Isrofil meniup sangkakalanya, maka hancurlah alam semesta ini, tak bersisa kecuali mereka yang dipilih-Nya untuk tetap hidup.
Tentu tak perlu dijabarkan kejadian macam apakah kiamat itu, karena penulis sendiri pun tak sanggup membayangkannya. Yang jelas, bih mengerikan sangat jauh ledibandingkan berbagai film Hollywood (atau wood-wood yang lain) yan bertema bencana dan kiamat, unimaginable pokoknya.
Dan setelah itu, telah meanti padang mahsyar, da pada gilirannya nanti, neraka bagi kaum yang membangkang. Oke, kita skip dulu tentang surga, penulis ingin mengajak pembaca sedikit merenungkan, betapa ngerinya hari akhir.

Betapa ngerinya hari akhir tu, siapakah yang membuat skenarionya? Tentu saja, Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dzat Yang Maha Adil dalam menetapkan perhitungan dan balasan bagi setiap manusia atas amal perbuatannya selama di dunia.
Glek!
Kalo inget gini aja deh, rasanya nyali ciut dah. Seolah kagak ada lagi keberanian tersisa, bahkan anya untuk tersenyum.

Mari kembali merenung sejenak. Mari kita gunakan akal kita untuk salah satu fungsi yang benar : agar takut kepada Allah dan murka-Nya, bukan untuk mengagungkan logika dan ilmu pengetahuan yang dimiliki, lalu berkata bahwa tuhan itu tidak ada.
Ketika mati nanti, setiap amal perbuatan kita akan dihisab oleh Allah. Yang baik akan mendapat ganjaran, dan yang buruk berarti voucher tour ke neraka. Seringkali kita merasa bahwa sudah banyak perbuatan kita yang 'baik' dan layak medapat ganjaran surga, tapi apakah kita benar-benar yakin bahwa amalan (yang kita anggap) baik tersebut diterim oleh Allah SWT?
Di sisi lain, kita lebih yakin bahwa kita telah cukup banyak melakukan maksiat (baik secara sembunyi-sebunyi maupun trang-terangan) dan itu artinya, kita telah mengumpulkan tiket ke neraka, dan vouchernya pun hampir pasti sudah cukup banyak untuk ditukar dengan perjalanan yang tidak singka di neraka. . . .

Jadi, apakah masih ingin tambah voucher lagi? Padahal neraka itu, ah, siksanya sungguh mengerikan, berkepanjangan dan tak dapat dibayangkan. . .
Sekedar mengingatkan, Rasulullah saja, manusia maksum yang terbebas dari dosa dan kesalahan, yang dijamin masuk surga oleh Allah SWT, setiap harinya beristighfar tak kurang dari 70 kali dalam sehari (riwayat lain mengatakan, 100 kali - cek referensi). Nabi Nuh, yang mendapat sedikit teguran dari Allah karena memohonkan keselamatan bagi salah satu anaknya yang hampir tenggelam saat terjadi air bah yang menenggelamkan bumi, sangat menyesali perbuatan beliau tersebut, bertaubatselama 40 tahun tidak berani menatap ke langit karena malu pada Allah SWT (cek referensi). Dan masih banyak lagi contoh-contoh lain dari para Nabi, Rasul, an manusia-manusia pilihan Alah yang lainnya.
Lalu bagaimana dengan kita?
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah pengingat bagi diri penulis yang masih banyak dosa, dan semoga dapat mengingatkan sahabat pembaca sekalian.
Topik ini dibahas pada khotbah Jum'at tadi siang

Komentar