Matarmaja; Sering Panas, Kadang Juga Dingin

Kalau kereta eksekutif ada AC-nya, kereta bisnis ada kipas anginnya, maka Matarmaja punya AJ (angin jendela).

Well, sebagian orang ogah naik Matarmaja (dan kereta ekonomi lainnya) dengan alasan gerah dan panas. Tentu saja panas, lha wong Jakarta. Nggak ada AC, kipas angin pun, keknya gak selalu berfungsi (kadang nyala, kadang nggak; dan berbeda kelas dengan kipas angin kereta bisnis). Untungnya, para pedagang asongan selalu saja membawa barang-barang sesuai kebutuhan di dalam kereta api, salah satunya adalah kipas (terbuat dari anyaman bambu, harganya seeribu rupiah saja; kalau mau murah lagi, beli aja koran bekas yang biasanya dijual untuk alas duduk/tidur di bawah bagi kaum tak berkursi, cuma gopek dan multifungsi; mau lebih murah lagi? Bawa aja sendiri sebelum naik kereta, gitu aja kok repooot ! ).

Panasnya Jakarta emang sudah rahasia umum, apalagi Anda berada dalam suatu ruangan yang terbuat dari logam dengan ventilasi yang kurang memadai (baca:gerbong) dan ada lebih dari seratus orang di dalamnya, maka rasanya sudah seperti neraka bagi sebagian orang. Kalau kereta lagi jalan mah lumayan, angin masuk. Kalo lagi berhenti di stasiun, mbooook. Sanap lop kalo orang Malang bilangnya.

Saya pernah mendengar dialog konyol dalam sebuah kereta ekonomi (bukan Matarmaja; tapi mungkin di dalam Matarmaja juga ada dialog semacam ini) ketika kereta berhenti di suatu tempat antah berantah (malem sih, gak tau nama stasiunnya; yang jelas cuma stasiun kecil di pinggir sawah, dan kereta ekonomi berhenti untuk sekedar menunggu kereta lain lewat).

#penumpang satu : Jancok, panase koyok ndek neroko rek
*penumpang dua (sok bijak) : lhaiyo, koen iku ngomong ngunu iku loh, wes tau ngerasakno neroko ta?
-saya menimpali : lek neroko e koyok ngene mas, tak jamin rame. Kan enak, masiyo panas, sek onok wong dodolan ngombe ambek panganan

Oke, kita semua yakin bahwa penumpang satu belum pernah ke neraka, dan neraka pastinya sangat mengerikan di luar gambaran manusia, jadi nggak usah memperdebatkan nerakanya.

Di waktu malam, justru hal yang berkebalikan terjadi.

Ketika kereta melaju, angin dingin nan jahat menyelinap masuk dari tiap ventilasi yang ada. Memasuki celah-celah pakaian para penumpang dan jadilah masuk angin (kalau si penumpang nggak tahan dingin; seperti saya :p ). Ini makin parah ketika musim hujan tiba. Ventilasi yang jadi teman di kala cuaca panas, mendadak jadi musuh ketika hujan mengguyur deras. Bocor gilak. Airnya kadang sampai merembes ke lantai, ke kursi, kemana-mana deh. Parahnya kalau ada ventilasi yang sulit ditutup, jadi menganga gitu. Maka bersiaplah untuk sedikit berbasah-basah.

Masuk angin? Itu resiko. Kebasahan? Itu nasib. Untungnya (sekali lagi), para pedagang asongan selalu adaaa aja yang membawa barang sesuai kebutuhan. Minyak kayu putih, tolak angin dan sebangsanya, permen jahe, koyo, dan tentu saja, kopi-popmie-susu anget.

Yah, itulah dilema Matarmaja dan KEJJL(kereta ekonomi jarak jauh lainnya). Seringkali bikin kita bmandikeringat kepanasan, kadang juga bisa bikin kita menggigil kedinginan. Sudah resikonya, jadi terima saja dan jangan mengeluh yaaa :p

Komentar

Posting Komentar

Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)

Nuwus . . .