Lagi-lagi Tentang Kegundulan Saya

Satu lagi manfaat gundul yang tidak banyak orang menyadari. Yakni, gundul bisa menyehatkan orang yang melihat.

Lho? Kok bisa? Ngelantur ni bocah . . . , mungkin begitu pikir Anda.
Nggak kok, ini beneran.
Saya sudah lama mengalaminya, tapi baru nyadar pas baca status seorang teman, yang merasa sedih ketika rambutnya entah karena apa, jadi gundul.
Dia merasa sedih, malu, risih dan gak pede karena gundul.
Saya teringat, ketika teman-teman menertawakan kegundulan saya.

Aha, itu dia, salah satu manfaat gundul yang baru saya sadari.

Teman-teman selalu merespon kegundulan saya dengan mengolok-olok saya (dan percuma, karena saya sih pede aja meski gundul). Berbagai julukan baru melekat (termasuk 'maling ayam ketangkep', 'napi', 'pasien RSJ', 'mikrofon' dan sebagainya yang belum sempat saya bahas pada posting sebelumnya). Dan teman-teman pun senang, menemukan obyek tertawaan baru. Atau paling tidak, si pendiam dan si pemurung di pojok kelas yang nggak ikut-ikutan melakukan bullying bisa tersenyum melihat adegan absurd di kelas (seorang rekan, tiba-tiba memegang kepala saya dari belakang, kemudian berteriak-menyanyi- keras-keras di atas kepala saya, sepertinya dia tidak menyadari bahwa itu saya, bukan mikrofon).

Nah, bukankah tersenyum dan tertawa itu menyehatkan?
Jika 'satu senyuman kepada saudaramu adalah sedekah', bagaimana jika mendatangkan keceriaan pada orang lain? Bergantung pada niatnya, bisa jadi bernilai sedekah juga.

Eh, tapi bagaimana dengan si gundul yang menjadi obyek tertawaan? Bisa jadi dia malah tertekan dan malu, malah menimbulkan dampak negatif pada dirinya kan? mungkin begitu pikir Anda.

Nah, maka dari itu, si gundul tadi harus menyadari bahwa dia bisa memberi manfaat pada orang lain, bahwa kegundulannya bisa membawa senyuman paling tidak. kalau sudah begitu, semua pun bisa tersenyum :)

Komentar