Briptu Norman, Nikahan William-Kate, dan Lebaynya Media Indonesia

Masih segar dari ingatan, beberapa waktu lalu, berbagai media di Indonesia mengulas sesosok polisi (anggota Brimob Gorontalo) yang sedang 'beraksi', melakukan lipsync lagu 'Chaiyya chaiyya' milik aktor kenamaan Bollywood, Sharukh Khan. Aksi tersebut direkam dengan kamera HP, lalu di-upload ke youtube. Sekian ratus ribu orang menontonnya, dan itulah yang terendus oleh media. Dan tak pelak, menjadi bahan pemberitaan. Briptu Norman Kamaru, namanya. Maksud hati, ia ingin menghibur rekannya yang sedang murung karena masalah rumah tangga, dengan berlipsync, lalu direkam. Tanpa sepengetahuannya, ada yang meng-upload video tersebut ke youtube dengan judul 'Polisi Gorontalo menggila'. Begitulah pengakuannya, sebagaimana berkali-kali ia jelaskan ketika diwawancara oleh berbagai media. Dan kelanjutannya, kita semua sudah tahu. Briptu sempat akan diberi sanksi oleh atasannya, namun akhirnya hanya sebatas sanksi peringatan dan disuruh berlipsync dan bernyanyi di hadapan korpsnya (tindakan 'tidak berwibawa saat mengenakan seragam' diampuni karena 'di luar jam dinasnya'). Norman makin terkenal, semua media ingin meliputnya, sampai-sampai diberi cuti 2 pekan untuk berbagai kegiatan di Jakarta. Liputan, wawancara, menjadi bintang tamu, hingga rekaman. Pulang ke Gorontalo, Norman disambut sangat meriah bagai pahlawan, dan setelahnya, terkapar sakit.
Luar biasa detilnya media Indonesia dalam mengupas hal yang satu ini. Mari kita sisihkan sebentar, ada hal lain yang ingin saya bahas.

Pernikahan Abad Ini. Itulah judul yang muncul di beberapa media Indonesia mengenai pernikahan pangeran William dari Inggris, dengan seorang kate Middleton. Sejak beberapa hari yang lalu sudah dibahas begitu heboh. Dan hari ini, di hari pernikahan mereka, bahkan disiarkan secara langsung. Live, Sodara-sodara. Hebat sekali. Dari Inggris sana, disiarkan secara live. Seingat saya, hanya beberapa acara resmi kenegaraan di NKRI ini yang disiarkan secara live. Misalnya, Upacara Peringatan Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus, live dari IStana. Lalu acara sholat Ied (iedul Fitri maupun Iedul Adha). Lalu pengangkatan presiden dan jajaran menteri. Serta beberapa acara lain, nggak banyak. Bahkan seingat saya, nggak ada acara presiden duwe gawe, hajatan mantu diliput secara live. Dan ini, yang punya hajat mantu adalah ratu Inggris. Gak ada urusan sama NKRI selain hubungan bilateral dan masa lalu yang kelam di era penjajahan dan era perang revolusi. Kita bukan negara persemakmuran Inggris kan? Ngapain pula nyiarin secara live? Entah apa untungnya, toh mereka yang menikah juga nggak peduli dengan apakah disiarkan live di Indonesia ataupun tidak. Aneh memang. Oke, sekali lagi, mari kita skip yang ini.

Masuk ke pembahasan otak ruwet saya, yang sebenarnya juga sama-sama kurang kerjaan aja ngomentarin beginian.
Intinya, yang saya bahas bukan Norman, atau William-Kate. Yang saya bahas adalah media yang meliputnya.
Lebay, kalau kata saya.
Betapa tidak, pada kisah Norman, semua media berebutan melakukan wawancara eksklusif, hampir semua channel televisi nasional mengundang Norman pada berbagai acara. Mulai acara talkshow, acara lagu-lagu, acara liputan jalan-jalan, sampai acara kuliner, berebutan untuk memajang Norman sebagai bintang tamu. Hampir setiap hari wajah Norman muncul di televisi, dan saya yakin, banyak orang merasa bosan melihat berita yang itu-itu saja, seolah seorang polisi yang mendadak tenar karena youtube adalah sesuatu yang luar biasa penting sampai-sampai diliput setiap hari. Saya sih kasihan aja ngeliatnya, sampai-sampai pas pulang ke Gorontalo (setelah diarak dengan kendaraan lapis baja, keliling ke rumah Kapolda dan Gubernur), dia jatuh sakit. Hm, jadi teringat almarhum Mbah Surip.
Sekali lagi, berlebihan sekali.

Berlanjut ke kisah William-Kate, ini juga bisa dibilang berlebihan. Okelah, ini peristiwa besar, tapi di Inggris sana. Menurut saya, nggak pada tempatnya lah kalau media di Indonesia ikut meliput sampai sehebooh ini, sampai sedetil ini. Mulai persiapan acara, sekian jam sebelum kick-off, prosesi pernikahan, sampai setelahnya.

Bukan sekali dua kali media-media di Indonesia bersikap lebay seperti ini. Ingat kisah Piala AFF silam? Atau yang agak lamaan, Mbah Surip (alm)? Shinta-Jojo? Atau isu-isu ringan lainnya, yang mendadak memenuhi kolom surat kabar dan tayangan berita selama beberapa hari.

Sepertinya penting sekali membahas peristiwa-peristiwa ini. Seolah nggak ada isu lebih penting untuk dibahas.

Apa memang betul tidak ada? Eits, tentu ada. Misalnya, bagaimana kelanjutan nasib para awak kapal Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia? Bagaimana kelanjutan penanganan peristiwa kekerasan (yang belum jelas siapa yang memulai) di kebumen? Bagaimana kasus NII (yang ditengarai ada keterlibatan BIN dalam peristiwa NII 'gadungan')? Bagaimana kasus 'Pepi the Bookbomb-er'? Atau kasus pencucian uang 'Malinda Dee'?
Belum lagi bicara masalah keseharian masyarakat. Ekonomi rakyat yang makin melarat, masalah pendidikan yang makin menekan, kualitas lingkungan hidup yang makin buruk, kinerja aparat pemerintahan yang tak kunjung membaik?

Mengapa malah peristiwa-peristiwa yang tak terlalu penting dibahas, malah menjadi headline?

Apakah memang dibikin demikian biar masyarakat terlena dan sejenak melupakan masalah pelik lainnya?

Apakah memang ada kehendak dari 'atas' sana untuk mengalihkan isu?

Apakah, , , apakah, , ,
Ah, sudahlah. Terlalu banyak hal yang tidak saya mengerti di negeri ini.
Kembali kepada kita, masyarakat akar rumput yang tak tahu apa-apa selain dari pemberitaan media yang tak jelas berpihak pada siapa (sepertinya, bukan pada rakyat). Pintar-pintarlah kita mencerna informasi, agar tak terus-terusan dibodohi oleh . . . entah oleh siapa.

*sekedar opini, no offfense

Komentar